TARUHAN
“Cepot Cepot!” itulah kata yang
ku dengar setiap di kelas. Aku sering diejek temanku dengan nama ‘Cepot’,
sebuah nama yang diambil dari tokoh pewayangan Jawa. Padahal seharusnya aku
lebih ganteng daripada Cepot. Saat ini aku sekolah di SDN Manisrenggo Kediri,
tepatnya kelas 6.
Aku
tinggal di desa yang bernama Manisrenggo. Sebuah desa kecil yang terletak di
pinggiran kota Kediri. Aku bersyukur tinggal di Kota Kediri, karena penduduknya
yang ramah serta suasana alamnya yang masih terjaga. Udara yang sejuk, suara
kereta api yang melewati samping rumahku telah menjadi nilai plus desaku ini.
Apalagi saat liburan sekolah seperti ini, banyak teman yang mengajaku bermain.
Setelah
aku selesai sarapan, tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku.
“Cepot!
Cepot! Main yuk!” teman-temanku mengajak aku bermain.
“Main
apa?” jawabku.
“Main
petak umpet di kebun” balas Bima, temanku sekelas juga.
Aku pun
meminta ijin orang tuaku. Setelah diijinkan, aku segera bergegas berangkat
bermain dengan teman-temanku.
Setelah
tiba di kebun samping rumahku. Segeralah permainan dimulai, ternyata
temanku bernama Bayu lah yang jaga
pertama. Aku dan teman-temanku segera mencari tempat persembunyian yang paling
aman.
Ternayata
ada sebuah tumpukan jerami yang nditutupi oleh terpal berwarna biru. Aku
bersama kedua temanku segera bersembunyi dibalik jerami itu. Tak ku sangka,
temanku yang bernama Edo justru kentut didalam persembunyian. Aku dan seorang
temanku berusaha menahan bau yang tidak sedap itu.
Namun
aku pun tak kuasa menahan aroma kentut Edo. Baunya pun seperti telur yang sudah
membusuk selama seminggu. Aku pun keluar dari persembunyian, tak lama kemudian
temanku Bima juga menyusul keluar. Kami berdua muntah-muntah disamping jerami tersebut. Tetapi temanku
yang lainya justru menertawakanku sampai terbahak-bahak.
Aku pun
sangat kesal, aku tak mau lagu bermain petak umpet. Tapi, temanku justru
menertawakan aku lagi. Mereka tertawa karena melihat wajahku yang lucu saat
kesal. Aku pun langsung menutupi wajahku dengan kedua tanganku.
“Hai
Bud, wajahmu lucu sekali” kata Edo.
“lucu kenapa?” balasku, sambil
menutupi muka.
“wkwkkakak” Edo dkk justru
tertawa semakin keras.
Setelah
selesai menertawakan aku, kemudian mereka mengajakku pergi memancing. Akupun
meng-iyakan ajakan mereka. Karena hobbyku adalah berkebun, memancing dan
bermain di alam terbuka. Namun, Edo pulang dahulu untuk mengambil pancingnya.
Sambil
menunggu Edo mengambil pancingnya, aku dan teman-temanku mencari tebu. Saat
cuaca panas begini memang enaknya makan tebu. Di desaku banyak tebu, akupun
tinggal mengambilnya saja. Sedangakan temanku yang bernama Bima yang memotongya.
Lalu edo pun datang sambil membawa pancing lengkap dengan umpanya. Umpan yang
sering aku gunakan ialah cacing sawah.
Aku dan
teman-temankupun berangkat memancing sambil membawa tebu. Letaknya tak jauh
dari tempatku bermain petak umpet tadi. Tapi tempat yang akan ku gunakan untuk
memancing ini merupakan kolamnya orang. Sehingga kami pun harus bersembunyi
untuk dapat memancingnya. Akhirnya, kami menemukan tempat yang tepat untuk
bersembunyi dan memancing.
Letaknya
di pojokan sawah di bawah pohon bambu pinggir kali. Kami harus tidak boleh
gaduh supaya tidak ketahuan Pak Eko, pemilik kolam ikan ini. Meskipun di pinggiran kota, kali ditempatku airnya masih jernih. Kemudian
kami pun segera memancing. Edo yang memulai mancingnya kali ini. Setelah menunggu
beberapa menit, dia pun strike. Dia mendapat ikan nila yang ukuranya sebesar
genggamanku.
Setelah
melepaskan kail dari mulut ikan, kini giiranku untuk memancing. Sambil menunggu
umpanku disambar ikan, kami memakan tebu yang aku bawa tadi. Untuk mengupas
tebu, kami tak perlu menggunakan pisau. Melainkan dengan gigi saja, namun kali
ini Bima yang bertugas mengupas tebu tersebut. Rasanya manis dan segar, cocok
dimakan saat cuaca panas begini.
Sambil
memakan tebu, kami ngobrol tentang apa saja. Karena terlalu asik ngobrol, kami
pun tak sadar bahwa suara kami terdengar Pak Eko. Kami pun panik, teman-temanku
ingin segera pergi. Namun disaat bersamaan umpanku disambar oleh ikan yang
cukup besar. Aku pun bingung, jika aku pergi maka akin sia-sia ikan yang aku
pancing ini. Namun, jika aku tidak pergi maka Pak Eko memergoki akulah yang
memancing ikanya secara sembunyi.
Aku pun
memilih untuk tetap bertahan ditempat bersama Bima. Sedangkan Edo dan
teman-temanku lainya memilih kabur. Mereka kabur dengan menyeberangi kali,
sehingga mereka basah semua. Lalu Pak Eko datang menghampiriku, dengan muka
yang cukup menyeramkan. Pak Eko langsung menjewer aku dan Bima.
“Kenapa
kamu disini?” kata Pak Eko, sambil menatapku.
“Diajak
mancing teman-teman pak, ampun pak” jawabku sambil membawa pancing.
“Ini
tempat bukan untuk mancing! Dengar kamu?” balas Pak Eko dengan nada marah.
“Iya
pak, kami janji nggak akan ngulangi lagi” jawab Bima sambil menangis.
“Ya
sudah, cepat pulang sana! Jangan kamu ulangi lagi!” balas Pak Eko.
Lalu Aku pun mengembalikan ikan
yang sudah dipancing tadi ke kolam Pak Eko. Aku dan Bima segera pulang. Namun
aku tidak berani pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah kakek dan nenekku. Saat
itu waktu masih sore, sehingga aku mampir ke rumah kakek dan nenekku sebentar.
Rumahnya cukup dekat dengan
tempat aku mancing tadi. Meskipun cukup tua, tapi mereka masih cukup kuat untuk
bercocok tanam. Ternyata kakek dan nenek berada di sawah depan rumahnya. Mereka
sedang menanam jagung, hatiku yang sedih kembali senang setelah bertemu kakek
dan nenek.
Akupun segera membantu menanam
jagung. Sambil membantu mereka, aku bercerita tentang kejadian yang baru saja
aku alami.
“Nek, aku tadi dimarahin Pak Eko
di kolamnya” kataku.
“Lha kenapa to le?” saut kakekku.
“Mancing di kolamnya Pak Eko,
hehe” balasku.
“Ya jelaslah, kan itu tidak untuk
memancing. Pasti kamu tadi dijewer” jawab nenekku.
“Iya nek. Ternyata memancing itu
susah ya kek?” Sambil menanam jagung.
“Sama seperti hidup le. Hidup itu
memang sulit, tapi jangan kamu buat sulit hidupmu itu.” Jawab kakekku .
“Jadi memancing itu sebenarnya
tidak sulitkan? Balasku.
“Iya
le” kata kakekku
Lalu
sambil menanam jagung. Kakekku bertutur, “Budi, jagung itu harus kamu tutup
dengan tanah agar tidak dimakan ayam. Jagung kecil itu tertutup tanah, ia harus
menanggung beban tanah yang menimbunya. Namun, karena kau tutup itulah jagung
itu akan tumbuh dan berbuah. Lalu hasilnua bias kita makan dan jual.” Aku pun
mendengarkanya sambil menghayati
Kakek
melanjutkan nasehatnya. “jadilah kamu bibit yang baik, bersabar atas kesulitan
yang ada. Saat besar nanti pasti akan mendapatkan buah yang baik.” Akupun
menunduk kebawah.
Lalu
nenekku pun menambahi, “bila jagung tumbuh nantinya, siram dan pupuklah. Begitu
pula hidupmu, saat kau besar dan sukses, kamu harus disiram dan dipupuk.
Siramilah hidupmu dengan ayat-ayat Al-Quran, agar hidupmu tetap segar. Pupuklah
hidupmu dengan cara bergaul dan bersahabat dengan orang-orang yang baik.
Terkadang pupuk kandang itu aromanya tak enak, tetapi itu akan menyuburkan
tanahmu nanti. Nanti kau akan dihujat, disakiti dan dikritik oleh temanmu.
Anggaplah itu seperti pupuk kandang.”
Lalu
setelah aku dinasehati oleh nenek dan kakak. Karena waktu telah menjelang
petang. Jika aku tidak segera pulang, maka mama akan memarahiku. Saat pulang
aku berakting seperti tidak ada apa-apa. Mamaku menanyakan aku kenapa pulang
sore. Langsung kujawab saja aku tadi main di rumah nenek dan kakek.
1 Tahun kemudian aku telah menginjak bangku SMP
Senangnya
sekolah ditingkat menengah pertama, di bangku SMP pula aku mulai mengenal
cinta. Awalnya pacarku ini adalah temanku saat TK dulu, namun saat SD dia
bersekolah di Surabaya karena pekerjaan orang tuanya. Namun kembalai ke Kediri
karena biaya hidup di Surabaya terlalu mahal.
Entah kebetulan
atau tidak, saat MOS ia satu kelas denganku. Saat itulah aku mulai merajut
pertemanan yang telah lama terputus. Dia bernama Dheya, pipinya tembem dengan
mata yang agak sipit. Namun, saat pembagian kelas aku tidak sekelas lagi
denganya. Tapi hal itu tidak memutuskan pertemananku denganya. Saat ada
kesulitan belajar, kami berdua sering belajar kelompok.
Tetapi,
saat itu ia masih mempunyai pacar. Akupun berpikir masih kecil kok sudah
pacaran, emang pacaran itu gimana ya? Saat belajar kelompok, sambil menangis
Dheya bercerita kepadaku tentang pacarnya yang sudah tidak perhatian kepadanya.
Kata Dheya, pacarnya sudah memiliki pacar baru. Dia mengetahuinya, dari teman
pacarnya itu. Akupun hanya bisa menghiburnya, diriku kurang berani memberi
saran. Karena aku merasa kurang berpengalaman, padahal aku ingin memberi naseha
kepada Dheya.
Hingga
akhirnya dia putus dengan pacarnya seminggu kemudian. Saat bermain ditaman, ia
bercerita kepadaku sambil menangis. Penyebab putusnya selain pacarnya
selingkuh, jarak juga mempengaruhi hubunganya. Atau istilah sekerang ialah LDR.
Tiba-tiba
saja ia bersenden dipundakku. Akupun langsung kaget, padahal ia kan bukan
siapa-siapa aku. Lalu Dheya barkata kepadaku
“Bud,
kamu sahabatku kan. Hibur aku dong. Huhu.” Ucap Dheya sambil menangis
“Aku
mau jadi sahabat kamu kalo kamu tidak cengeng seperti ini. Hidup itu memang
susah, tapi jangan kau buat susah hidupmu. Sahabatku itu harus ‘strong’, tidak
mudah mengeluh dikondisi apapun. Janji ya?” Balasku sambil mengusap air matanya.
“Iya
deh, aku gk bakal mengeluh deh. Kan sudah strong, aku akan strong jika ada kamu
disampingku. Hehe” jawab Dheya dengan sambil bercanda.
“ohhh,
hahaha. Ingatya, harus strong” balasku sambil sedikit gugup.
Hari
demi hari aku lewati, persahabatnpun terus aku jalin dengan Dheya. Bahkan
semakin lama, semakin dekat kita. Aku mulai ada rasa lebih denganya. Namun
situasi ini aku alami setelah aku duduk dibangku kelas 9 SMP. Lalu akupun
bercerita kepada Edo, lalu dia menyarankan untuk berpacaran saja dengan Dheya.
Tapi,
keesokan hatinya Dheya bilang kepadaku bahwa mantanya telah pindah ke Kota
Kediri juga. Akupun merasa biasa saja saat mengetahui kabar itu. Ternyata,
mantan Dheya tersebut berpacaran dengan tetanga samping rumahku tepat. Aku
mulai merasa gundah saat mendengar kabar itu.
Rencana
awalku untuk menembak Dheya pun aku tunda dulu. Ternyata usia Dheya 5 bulan
lebih tua daripada aku. Aku semakin gundah dan galau. Pikiranku kemana-mana.
Aku berpikir jika kekasih perempuan yang umurnya lebih tua dari laki-laki maka
egonya pun masih tinggi. Disisi lain, pacar tetangga dekatku adalah mantan dari
Dheya. Padahal, hubunganku sangat dekat sekali dengan Dheya.
Aku
terus memikirkan hal itu, setiap malam aku mencari tindakan yang tepat untuk
mengungkapkan perasaanki ini. Hingga pada suatu malam aku bermimpi dipatok
ular. Menurut orang-orang, mimpi digigit ular berarti akan menemukan jodoh.
Mimpi itu semakin membuat aku mantap bahwa Dheya adalah jodohku.
Lalu
saat aku belajar kelompok, aku menyelipkan kertas dibukunya yang bertuliskan
‘Dheya, I love you’. Saat Dheya membuka buku, dia langsung terkejut. Lalu kami
berdua saling bertatap muka. Kemudian Dheya menganggukkan kepalanya yang
berarti dia mau menjadi pacarku.
Aku
merasa senang sekali, akhirnya aku bisa merasakan apa cinta itu sebenarnya.
Lalu, akupun sering bermain dengannya. Bahkan suatu pagi, aku mengajak Dheya
jogging dengan tetanggaku. Tetanggaku ini mengajak pacarnya, yang merupakan
mantan dari Dheya. Akhirnya hubungan Dheya dan mantanya semakin membaik.
Aku dan
tetanggaku bertaruhan tentang cinta. Siapa yang hubunganya tidak langgeng, maka
yang tidak langgeng hubunganya harus menraktir makanan diwarung depan rumahku.
Kami berempat setuju dengan taruhan tersebut.
Cerita ini buatan saya sendiri. Jadi mohon mencamtumkan sumber saat mengcopasnya. thanks
follow: @Ilham_boedi77
mohon koreksinya